Untuk orang-orang yang masih memendamnya,
untuk mereka yang tangguh membisu
Cerita ini hanya sekian banyak cerita
sederhana yang sebenarnya tidak akan menguras air mata, tersembunyi di balik
indahnya dunia, tak terjamah layaknya aurora.
*
Aku menyukainya, ya aku rasa aku sangat menyukainya. Tapi aku
tak berfikir untuk mengungkapkannya, karena dalam diam apapun di perbolehkan.
Tapi..
Seandainya masih ada harapan -sekecil apa pun- itu untuk
mengubah kenyataan, aku bersedia menggantungkan seluruh hidupku pada harapan
itu..
***
Kepada gerimis yang menyapa pagi
Dengarkanlah aku berbagi ini tentang dia
Dan bagaimna aku menyimpan rasa
Di balik sayap dara-dara
Kepada gerimis yang mencumbui pagi
Maknai baris cerita ini
Masih tentang dia
Dan aku yang menangis letih
dalam tumpukan pecahan hati
Kepada gerimis yang berkelakar dengan pagi
Simpan kisah ini sendiri
Semuanya tentang dia.
Dan aku yang ragu menyentuh dengan jemari sejuta rindu
Kepada gerimis
Aku masih memendamnya
Di pucuk kalbu, di lembah hati
Tempat segalanya ku nanti
-Kepada gerimis (David)-
**
Gadis itu terbaring di
sudut kamarnya pasrah, bukan hanya pakaiannya saja yang terlihat semerawut,
bahkan wajahnya terlihat sangat kusut ,
ruangan ini sudah tidak terlihat seperti kamar tidur, bagaimana tidak , pakaian
bertebaran dimana-mana, laptop dibiarkan menyala begitu saja, buku-buku setebal
lebih dari 5cm berserakan di setiap sudut kamar itu.
Gadis itu menutup matanya rapat-rapat sudah sejak dua jam tadi
ia mencari buku referensi untuk skripsi-nya yang harus di kumpulkan minggu
depan, tapi usahanya sia-sia ia tak menemukan buku bersampul biru itu di
kamarnya.
“dimana buku ituu..” gumam gadis itu, merasa sangat frustasi. Tiba-tiba
Pori-porinya terasa dingin ah pantas saja jendela kamarnya terbuka sejak tadi
sore, dengan gerakan cepat ia menutup jendela itu, tibatiba ekor matanya
menangkap sesuatu, ia melihat buku itu diatas lemarinya !
Oh Tuhaan untung sajaa.. karena
jaraknya yang agak tinggi gadis itu memerlukan bangku untuk mencapainya, dengan
sisa semangat dan rasa lelah yang luar bisa gadis itu bersusah payah
menggapainya. Dan.. braaak !!! seluruh tumpukan buku di atas lemari bajunya
berjatuhan ia juga ikut bersempuh.
“aww..” gadis itu sedikit meringis. Senyumannya mengembang
setelah di genggamnya buku itu, pluk ! sesuatu jatuh di pangkuannya, air muka
gadis itu berubah seketika setelah melihat sebuah buku tulis yang sedikit kucel
dan tipis, dengan tangan bergetar gadis itu mulai membuka halaman pertama.
Aku sudah terbiasa menghirup adiksimu tanpa kau tahu
Menikmatinya, membiarkannya mengalir di jantungku
Menyebar ke seluruh sel tubuhku, lantaas membiarkan hatiku
menjadi pecandu
Salahkah ?
Karena pada dasarnya kau tak pernah menyadari
Bahwa aku tengah mencuri, menikmati getaran dan buncahan liar
yang tak pernah ku mengerti.
*
Begitu potongan kalimat yang di tulis tangan rapi, taba-tiba
ingatan gadis itu melayang, memutar film-film klise-nya dulu.
*
Semilir angin dengan bebas memainkan anak-anak rambut ikal Gadis
itu yang masih mengunci tatapannya disana, sebentar tersenyum lalu menunduk
lagi meneruskan kegiatan rutinnya.
Menggambar. Ya, gadis cantik ini suka sekali menggambar, ia akan
menyampaikan apapun yang menurutnya menarik lalu menuangkannya dalam
goresan-goresan indah di sket book-nya.
Jemarinya terhenti saat ia merasakan ada yang sedang
memperhatikannya, ia menoleh dengan reflex menutup buku gambarnya.
“ciiiieee.. masih hobi ya gambar-gambar sii..”
“sssssttttt..” desis gadis itu sambil membekap mulut seseorang
dihadapannya, setelah memastikan tidak ada yang mendengarkan ia melepaskan
tangannya.
“Deaaaa.. kalau ada yang denger gimana ??” Tanya gadis itu
dengan wajah khawatir.
Gadis yang di sebut Deaa tadi malah tertawa, lalu melanjutkan
“mau sampai kapan Ifyyy ?” tanyanya sambil menjawil dagu tirus Ify –gadis itu-
Ify hanya tertunduk, lalu tersenyum. “gak tau” ucapnya
cengegesan lalu segera beranjak pergi dari tempanya duduk, meninggalkan sang
objek gambar yang tengah mendribel bola basket, dan sahabatnya Dea yang
memanggil namanya gemas.”ifyyyyyy..”
*
Gadis itu tersenyum, lalu membuka halaman selanjutnya
*
Karna terKadang
hanya dengan menatap matanya bisa membuatku nyaman
Melihat goresan senyumannya bias membuatku bahagia.
Mendengar desah suaranya bisa membuatku merasa lengkap.
Walaupun..
tatapan itu tidak selalu padaku, desah suranya bukan
selalu ditujukan untuk
telingaku, dan senyuman indahnya bukan tertuju untuk ku.
Tapi mengapa..
Hati ini selalu bahagia asal dia ada.
*
Gadis itu terkekeh membaca tulisan tadi, ia ingat sekali
kajadian tempo hari
*
Dengan resah Ify melirik bangku belakangnya, Dea yang melihat
gerakan sahabat nya berujar
“telat kali, tenang ajaa..” ucapnya sambil menyenggol lengan
sahabatnya. Ify yang mendengar itu hanya mengangguk pasrah.
Sudah hampir seminggu, objek gambar Ify tak masuk sekolah, ia
mendengar kabar bahwa objek gambar-nya itu sedang sakit.
Tak berselang 5 menit kemudian, pintu kelas terbuka, di baliknya
menyembul tubuh tegap seorang pemuda, ia masuk dengan langkah biasa, salah satu
lengannya dimasukan ke saku celananya. Ia sempat melirik Ify dan tersenyum
–walau-sangat-tipis- sekilas lalu berjalan mengahampiri seorang Guru yang
tengah mengajar di kelas Ify tersebut.
Mendapat perlakuan seperti itu sontak membuat wajah Ify memanas,
Dea yang melihat kejadian tadi hanya bisa berdecak gemas.
Bahkan setelah istirahat jam pertama saat teman-teman yang lain
asik menyantap bekal makanannya ify masih saja tersenyum dengan jari-jari
lentiknya yang mulai menghiasi sket-booknya.
Dea yang memang tipe orang agak cerewet ini berujar “segitu
seneng nya ya lo Fy sama diaa..” ucap Dea yang disambut dengan senyuman Ify
yang makin lebar.
*
Tanpa pernah kau tahu,
Bagiku Kau berbeda dan istimewa
Dimataku Kau sederhana dan indah
Aku menyukai segalanya tentang mu
Aku selalu menemukan alasan..
untuk terus mengagumimu
*
Begitu potongan selanjutnya kali ini dilengkapi gambar seseorang
yang tengah tersenyum ramah –yang-entah-pada-siapa-
Ah, mencintai dalam diam, selalu berlebihan ya ?
*
Aku akan terus merekam hal ini, raut wajahnya, sikap sok
tahunya, senyum manja dan gerak-gerik mencurigakan matanya.
Akanku ingat, walau aku tau, ia tak mungkin melihatku bahkan
dari sisi manapun, tapi jika boleh aku bermimpi aku ingin menggapainya, ah
jangan. Menyentuhnya saja sudah membuatku benar-benar hidup.
Kalimat ini di lengkapi dengan gambar seseorang yang tengah
menenteng gitar di tangannya, sederhana namun benar-benar terlihat hidup.
Gadis itu ingat, sangat hapal malah, ia ingat bagaimana
sahabatnya itu menceritakan objek gambarnya dengan
mata yang berbinar
*
Harusnya aku berpura-pura agar ini tak begitu sulit, agar ini
tak begitu rumit
Memang, seharusnya aku berpura-pura agar hati ini tak lagi
bernanah
Agar paru-paru ini tak penuh sesak saat menghirup sisa-sisa
kehidupanmu
Aku harus berpura-pura agar detak ini masih berdenyut,
Agar jiwa ini tetap hidup.
Karena Mencintaimu, hilang warasku.
*
Ify kini mematung, tatapannya kosong, Yang Maha Kuasa sedang menguji
gadis cantik berjawah tirus ini. Dalam guyuran hujan Nampak dua sosok manusia
yang tengah menjadi pusat perhatian hampir satu sekolah.
Tubuh Ify bergetar hebat, otaknya sudah memerintah kaki Ify agar
menjauh namun hatinya menolak, ingin sekali melihat adegan-adegan klise seperti
di novel-novel itu. kini tanah tengah mengejeknya, cahaya memusuhinya, bahkan
anginpun enggan mendesaunya.
“terima ! terima ! terima !!” teriak seantero sekolah, saat sang
pemuda objek gambar Ify itu berlutut dengan mawar putih di tangannya, guyuran
hujan deras tak sedikitpun ia hiraukan.
Proookk..proook..prrook.. suara tepuk tangan terdengar seantero
sekolah, saat sang gadis menggangguk malu, dan udara saat itu terasa terhenti
mengaliri tubuh Ify, darahnya berhenti berdesir, tatapannya tiba-tiba kabur,ia
merasa limbung dan kosong. Tiba-tiba kakinya terasa emas kalau saja Dea tidak
sigap menahan tubuh Ify ia mungkin akan tergeletak di lantai begitu saja.
“kita pulang ?” Tanya Dea dengan tatapan nanar, di jawab dengan
anggukan Ify.
*
“bodoh !” umpat gadis itu saat menatap lembaran terkahir yang di
tulisi oleh siempunya karena pada lembar-lembar berikutnya ia tak menemukan
setitikpun tinta disana. Sambil menyeka air matanya , di lembaran akhir kertas
itu tertulis.
Dia adalah alasanku untuk tetap bertahan
Dia alasanku untuk tetap berdiri
Dia, dia matahariku. Namun sinarnya bukan untukku.
Dia, dia pelangiku. Namun ketujuh biasnya tak pernah dia
sampaikan untukku
Tapi sekali lagi, dia istimewa dan aku menyukainya
Dia ibarat pelangi dan aku hanya pengikatnya
Tanpa pernah ingin memilikinya..
Dan kali ini Aku lelah menulis. Biar saja, kisah ini terhenti,
Biar saja ku simpan semuanya di hati.
*
Tiba-tiba sebutir air meleleh di pipi gadis itu, ia membekap
buku tulis itu semabri menutup matanya, ia masih ingat, pesan terakhir
sahabatnya.
*
“jaa-ga di-aa untuk aa-ku Deaa..” ucap ify terbata-bata yang
tengah terbaring lemah di salah satu ruangan serba putih denga bau obat yang
menusuk ini.
Dea menggeleng cepat, kini berganti memegang wajah cantik Ify
yang terpulas putih pucat pasi.
“kamu kuat..” ucap Dea dengan suara bergetar, sambil meyeka air
matanya.
Ify menggeleng, ia menyapu pandangan ke sekeliling ruangan itu
Nampak wajah-wajah cemas dan lelah bahkan ibu ify tidak melepas genggaman
tangan ify sejak ia sadar. Ify tersenyum. ia tahu
waktunya sudah dekat, bahkan hanya untuk menghela nafas saja ia sudah tak kuat.
“akuu.. percayaa.. jaa-ga.. dii-aa untuk kuu..” ucap Ify untuk
yang terakhir kali, karena setelah itu gadis manis ini merasakan sesak dan
nyeri yang luar biasa, ia berusaha mengyunggingkan segores senyum saat telinga
ify sayup-sayup menyerukan namanya, namun ia tidak kuat lagi, ia merasa sudah
lelah melawan, akhirnya ia membiarkan matanya tertutup. Untuk selamanya.
*
Sinar mentari menyentuh pori-pori gadis itu lembut, hangat sama
seperti biasanya, perlahan gadis itu menggeliat , setelah kesadarannya pulih ia
bergegas ke kamar mandi memebersihkan diri karena hari ini ada banyak hal yang
harus ia tuntaskan.
*
“jadi begitu Rio..” ucap Gadis manis disampingnya sambil
menghela nafas panjang, lelah juga setelah bercerita banyak tentang Ify pada
pemuda-nya ini.
Untuk beberapa menit mereka hanya diam, mengisi kekosongan
dengan fikiran mereka yang sibuk sendiri.
Gadis itu melirik pemuda di sampingnya sebentar, lalu mendesah
lagi ada gurat penyesalan disana. Matanya menatap lurus nanar.
“Deaa..” ucap pemuda yang di sebut Rio pada gadis disampingnya.
Dea menoleh, “temani aku ke pusaranyaa..” ujarnya dingin di
jawab dengan anggukan gadis manis itu.
*
Pemuda itu
masih terpekur dalam diamnya. Sedih pastinya. Tapi dia tidak menangis,
barangkali air matanya sudah terkuras habis tak bersisa. Rio. Ia terus
mengelus-elus marmer putih yang menjadi nisan untuk makam Ify.
“aku minta
maaf, bukan ku tak pernah menyadari kalau kau itu telah berada sebegini dekat
denganku, hanya sajaa..” Rio menghentikan ucapannya, ia menunduk dalam, memegang
nasan itu semakin erat.
Ia sungguh
sangat menyesal, kalau saja ia tahu lebih awal bahwa ia bisa membuat ify terus
hidup dengan keberadaan dirinya, ia tak akan pergi sedetikpu darinya.
*
Rio berjalan santai ke kelasnya, ia mengintip pintu kelas sebentar,
sadar bahwa ia sudah terlambat dari 15 menit yang lalu, ia tersenyum cerah saat
melihat gadis manis berwajah tirus tengah duduk manis, Rio membuang nafas lalu
berusaha bersikap seperti biasa.
Dua mata Rio reflex menatap ify saat kedua kakinya berjalan
masuk kekelasnya ia tersenyum manis, dan gadis itu juga membalas senyumnya,
tiba-tiba darahnya berdesir lebih cepat, jantungnya berdetak dua kali lipat,
nafasnya sedikit memburu saat ia menyadari bahwa gadis ini semakin terlihat
istimewa, Detik itulah ia
menyadari bahwa ia menyukai ify.
*
“ini
bukan salahmu, ify sendiri yang bilang begitu..” ucap Dea sambil meyentuh
punggung pemuda ini, berusaha menenagkan.
Rio tetap bergeming, ia masih menahan posisinya. Dea mendesah
pelan, ia juga tak yakin bahwa ini bukan salah Rio, karena pemuda ini Ify dapat
bertahan dari penyakit ganasnya, pantas saja saat itu ify tak ingin menulis
lagi, karena saat itu lengan kanannya mulai memperlihatkan gajala penyakitnya.
Kalau saja Rio tak berpacaran dengan Shilla saat itu mungkin .. Dea menggeleng
sendiri. Ini takdir Tuhan. Tak ada seorangpun yang harus di salahkan.
*
Rio sedang melancarkan aksinya, ia berlutut tak peduli guyuran
hujan menempa badannya sebelah tangannya memegang bunga mawari putih dan tangan
lainnya ia tempelkan pada dada bidangnya. Ia menarik nafas lalu menatap Shilla
gadis cantik incarannya sejak kalas satu SMA , ia tersenyum lalu berkata.
“shilla.. mau jadi pacarku ??” hitungan seperdetik kemudian
gadis di hadapan Rio itu mengangguk malu.
Rio tersenyum, di sambut dengan sorak riuh seisi sekolah, Rio
merasa begitu gembira, namun ekor matanya menangkap seseorang gadis yang tengah
menunduk, seketika air mukanya berubah.
Pandangan Rio masih tertuju kepada gadis berwajah tirus itu
sesaat ia hampir terhuyung jatuh kalau saja tak ada seseorang yang menopangnya
ia mungkin akan tersungkur . Rio sedikit terhenyak saat lengannya di tarik
lembut oleh gadisnya. Shilla. Tiba-tiba ada yang berdenyut seakan merintih
sakit. tidak. Ia melakukan sebuah kesalahan pada perasaannya sendiri.
*
“tau kah kau..” Rio mulai membuka mulutnya, mengelus nisan
marmer dihadapannya. Ia menutup matanya sebentar meyakinkan apa yang akan di
ucapkannya. “aku juga menyukaimu..” ujarnya pelan pada nisan Ify, membuat Dea terhenyak.
****
Mencintai dalam diam, apa yang salah darinya ??
Saat salah satu dari mereka harus tergugu bisu, menyembunyikan
anugerah Tuhan, menutupnya rapat-rapat dari dunia luar. Lantas apa yang salah
darinya ??
Apa karena meraka termasuk kaum yang tidak berani mengungkapkan
lalu di bedakan ?? lalu di pisahkan ??
Tahukah kalian, mencintai dalam diam. Adalah bentuk bunga krisan
yang sesungguhnya.
****THE END****
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa… selesee. Saya tahu ini cerpen masih
banyak kekurangan atau emang kurang semua ._. saya nyadar ko maklum saya masih
amatiran -__- dan baru belajar tapi belum bisa-bisa juga.
Tapi yang penting saya gak niru dan gak kopi paste karya orang
(Y) (Y) (Y) (Y)
Oh iya ini ada epilognya.
*
Syuut masuk !! bola basket itu masuk ring dengan sempurna.
Pemuda itu tersenyum puas sambil menyeka keringat sebulir jagung yang meluncur
mulus di keningnya. Ia hampir terlonjat kaget saat seseorang menepuk pundaknya
dengan reflex ia menoleh.
“kau bertambah hebat !” puji Gabriel yang tak lain sahabat Rio
sambil menyuguhakan senyuman lebar.
Rio hanya membalasnya dengan senyum kecil lalu matanya menangkap
seorang gadis, Ia tengah duduk manis di bawah pohon taman sekolahnya, jemarinya
menari sambil menggores-goreskan pensil pada sket book. oh ia tengah menggambar.
Rambut ikalnya dimainkan anak-anak angin, matanya berbinas dan
senyumnya tak henti-henti ia suguhkan untuk gambar itu, gambar itu pasti
istimewa pikir Rio. Alis Rio sedikit berkerut seakan mengingat-ngingat, oh ya
gadis itu tak asing, ia selalu melihatnya, bahkan dimanapun ia berada. Tunggu,
apa ??
Gabriel menepuk –lagi- pudak sahabatnya “kau kenapa ?” tanyanya
kini ia mengikuti pandangan Rio, ah ia tahu. Gabriel tersenyum geli.
“hey kau harus ingat janjimu !” ujar Gabriel yang sontak membuat Rio menoleh.
“janji apa ?” Tanya Rio tak mengerti. Rio anak yang cerdas,
namun untuk urusan mengigat janji ia mengecualikan hal ini.
Gabriel tertawa lepas. Ia menunjuk gadis yang di lihat Rio. “kau
berjanji akan mendapatkan Shilla, bukan gadis itu..”
Rio membelakan matanya. Lalu ikut tertawa. “jangan gila, aku tak
tertarik padanya, lagi pula Shilla akan ku dapatkan, aku tak membayangkan jika
rambutku botak..” ucap Rio sambil mengejar bola basket yang bergulir agak jauh.
Gabriel terkikik geli mendengar ucapan Rio tadi mengingatkannya pada dua tahun
lalu saat Rio berjanji akan
mendapatkan Shilla dan jika ia tidak berhasil ia akan mencukur habis rambutnya.
“ifyyyyyy..” teriak seseorang. Rio yang tengah mendribel bola
basket sontak menoleh kearah suara, ia menatap gadis tadi bangkit kemudian
sedikit berlari dengan muka mengejek, meninggalkan gadis lain yang –sepertinya-
kesal padanya. Rio sedikit tertegun. Jadi namanya ify. Simpulnya.
**BENER-BENER THE END**
Makasih banget yang udah yempetin baca dan ngasih saran, semoga
amal ibadah anda di terima oleh yang maha kuasa (?)