Daisypath Happy Birthday tickers

Daisypath Happy Birthday tickers

Rabu, 09 Mei 2012

Dear You Part II - a short story made us-



Apa yang salah dari orang yang terlalu dalam sayang sama orang lain ? – Raditya Dika, Misteri Surat Cinta Ketua OSIS, p. 40, Marmut Merah Jambu.
*
Revan ~ objek penarik mata hati.
Kembali lagi aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, pukul 10.28 aku mendesah, melihat betapa lengangnya jalan raya yang sedang ku lalui, balutan salju putih nan lembut hampir terdapat di mana-mana, sebagian  mulai menutupi indahnya kota dan bangunan-bangunan yang menjulang. Beberapa lampu di ujung jalan masih Nampak menyala, memperlihatkan sendunya suasana kota.
Sambil terus memacu kecepatan mobil, aku merogoh plastic yang ada di samping kemudi mencari masih ada kah sisa makanan kecil yang sempat aku beli tadi di mini market, berhubung ini masih terlampau pagi untuk ukuran kota Paris jadi aku belum menyempatkan diri untuk sarapan, setelah menyumpal mulutku dengan sepotong roti aku kembali berkonsentrasi pada jalanan bersalju dan licin ini.
Mataku tiba-tiba saja tertarik sesuatu, lalu dengan reflex kaki kiriku menginjak pedal roda-roda mobil bergesek dengan jalanan sehingga menimbulkan suara decitan cukup keras. Dengan tergesa-gesa aku keluar dari mobil lalu sedikit berlari kea rah objek yang telah menarik mataku.
Dan Byuuur !! ah sial lagi-lagi dalam saat seperti ini aku melakukan kecerobohan, dengan tergesa-gesa aku mengeluarkan sapu tangan yang ada di saku mantelku lalu mengelapkannya pada bagian yang tersiram air –minuman- sambil terus meminta maaf, tanpa sengaja ku menatap mata sang korban, tunggu aku mengenalnya ! sejenak aku menghentikan kegiatanku lalu tersenyum lega.
“andira ?” ucapku sedikit tergagap, kulihat gadis itu juga tercengang, matanya yang coklat bulat Nampak melebar, kulihat di bibir mungilnya ia sempat membuat senyum namun sedetik kemudian terhapus , dengan bahasa tubuh yang suliut terbaca ia menyusupkan rambut hitam ikalnya ke belakang telinga lalu balas menyapaku hangat “hai Van..”
“aku minta maaf, aku tidak sengaja sungguh !” ucapku tergesa-gesa, kulihat ia tersenyum –lagi-yang-ini- lebih lama.
“tidak apa-apa, kau pasti sedang terburu-buru” jawabnya, tiba-tiba setelah mendengar kata itu seperti tersengat listrik aku baru sadar tujuanku kemari untuk apa, setelah berpamitan dengan gadis Indonesia itu aku kembali mencari objek yang telah menarik mataku.
Belum hampir sepuluh menit aku menghampiri objek penarik mataku, lalu menghampirinya dengan hati yang membuncah, gadis itu –objek-penarik-mata- sedang duduk manis dengan secangkir kopi mengepul di depan wajahnya ia duduk di salah satu etalase café, tubuhnya yang mungil untuk ukuran orang paris di balut oleh mantel krem coklat, rambut pirangnya yang tergerai membuat sebagian titik-titik salju menempel disana, tiba-tiba saja seluruh tubuhku menghangat saat dua danau biru miliknya melirik ke arahku.
“analise..” ucapku setenang mungkin, sebisa mungkin menetralkan detak jantung yang ku tahu sedari tadi memiliki volume 3x lebih keras dair biasanya. Ia menatapku hangat lalu tersenyum sangat manis.
“bonjour Revan..” suaranya yang merdu menyentuh kedua telingaku geli, gadis ini.. sudah sajak satu bulan lalu membuatku gila, gila karena setiap malam harus memimpikannya, gila karena setiap saat harus merindukannya, semua ini terlalu tidak normal, ia membuatku benar-benar membutuhkannya.
“ada apa ?” tanyanya lagi, otakku yang sedari tadi kosong kini harus di paksa berfikir keras, ia benar, sebenarnya apa yang aku lakukan pagi-pagi mencarinya ? 
“mmmm.. tidak ada, aku hanya ingin menikmati udara pagi..” ucapku berbohong, kulihat alisnya berkerut samar, lalu tertawa kecil.
“oh ya ? baiklah, ayo kemari duduk, kau harus merasakan kopi café ini” ujarnya lalu beranjak menarik diriku untuk duduk disampingnya, hitungan sepersekon kemudian ia mengangkat tangannya writers yang tak berada jauh di dekat kamipun segera mendekat, setelah Analise menyebutkan pesanan sang pramuniaga menggangguk lalu masuk ke dalam café.
Mataku masih asik menatap Analise yang kini sedang asik berkutat dengan handphone nya, tanpa disadari sang pramuniaga kembali dengan membawa sebuah baki, ia menyodorkan secangkir cairan hitam dengan kepulan asap yang mulai mengudara, Analise menaruh handphonenya lalu tersenyum berterimakasih.
Selepas sang pramuniaga pergi, Analise kembali menekuni handphonenya dan aku kembali menekuni menggilai gadis di hadapanku ini, kulihat mata-mata indahnya itu terus bergerak Jari-jarinya mulai menari di atas layar gadget mahal itu.
“eh, kau harus mencoba kopi ini Revan !” ujarnya agak terkejut saat mendapatiku tengah melihatnya –yang-sepertinya-telah-mengganggunya- aku mengerejap, sekali-dua kali lalu tersenyum.
“baiklaah” ucapku akhirnya sambil menyesap cairan hitam itu yang kini mengaliri seluruh tubuhku hangat.
“bagaimana ?” tanyanya ? ia menempelkan kedua siku dimeja untuk menopang wajah eropa miliknya.
Aku memutar bola mata. “hmmmm.. ini enak” ucapku sebenarnya rasa kopi ini seperti kopi-kopi biasanya, hanya saja terasa lebih nikmat saat ada ia. Ah aku terdengar sangat berlebihan ya ?
“haha.. baiklah berhubung kau sudah ada disini, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar ?” tanyanya sambil memasukan gadget mahal itu pada tas coklat tua disampingnya.
Aku hampir saja tersendak, lalu setelah memastikan kopi ini masuk ke tubuh seluruhnya, aku berseru hampir tidak bisa menyembunyikan rasa gembiraku “ah ! tentu saja”
*
Andira ~ ini bukan pagi ku ini pagi mereka.
Setelah insiden tabrak menabrak tadi, aku hampir tidak bisa mengendalikan diriku sendiri dan kini, aku telah berdiri di sebrang jalan, bersembunyi di balik kota bersalju yang mulai ramai, aku beru saja menyaksikan semuanya, senyum laki-laki itu dan wanita yang ada di sampingnya.
Semunya tergambar jelas, bagaimana kebahagiaan menyelimuti binary mata laki-laki itu, harus ku akui aku mulai tak masuk akal, harusnya aku tak berada disini harusnya aku menyelamatkan hatiku dan tak menyaksikan semua ini, namun bagian hatiku yang lain menolak, aku ingin melihatnya aku ingin melihat bagaimana kegilaan laki-laki itu terhadap belahan jiwanya yang baru.
Akuu.. tidak tahu harus bagaimana lagi, dengan rasa frustasi aku menegadahkan wajahku yang mulai memanas ke langit, kurasakan sebutir salju turun menyentuh pipiku, dingin. Sama seperti hatiku.
*
Pagi ini bukan milikku 
Meski kepada mentari aku merayu 
Kudekap teduh sedaya upaya 
Namun hampa melahap serakah 
Kepadaku, tak satu pun berbalik arah 

Pagi ini bukan milikku 
Saat rumput basah membisikkan sesuatu 
Di savana luas berselimut embun 
Ada mereka tengah melepas rindu 
Aku pun meluruh dirajam cemburu 

Pagi ini bukan milikku 
Semenjak mereka terikat satu 
Sudah dari dulu pagiku dirampas waktu 
Sisa yang kupunya hanya sejilid buku 
Dengan halaman penuh debu dan sendu 

Ini bukan pagiku 
Ini pagi mereka.... 

***

Haahahahaaaa well ini lah part ke II nya kawan-kawan, maaf kalau tidak memuaskan, dan ngaret banget, mau baca part I ?? lihat FB Silviana Octavia Siringo-ringo atau di contact  et- OctaviaSilviana mau tau kelanjutannya ? follow aja  et-pukaaaw and et- AlfiantiN
Selamat berjuang buat pukaaaw semoga lancar melanjutkan part III nyaa kami tunggu yaaaa XD 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar