Daisypath Happy Birthday tickers

Daisypath Happy Birthday tickers

Minggu, 20 Mei 2012

Short Story – Edelweis, aku menyukaimu~



*
Sebelum baca perhatikan tulisan cetak miring, itu berarti si pelaku lagi ngomong dalem hati. Oke selamat membaca *kalau ada yang baca*

***
Short Story – Edelweis, aku menyukaimu~
***
“hey ! kau sedang apa ?”
“kau lihat aku ? memangnya aku sedang apa ?”
“ih kau menyebalkan sekali”
“…”
*
Teruntuk edelweis, teh hijau yang belakangan ini meracuni otakku.
Awalnya aku benar-benar melihatmu dengan sebelah mata, mengganggap mu hal yang tak penting dan biasa-biasa saja, namun akhir-akhir ini Aku munyukai semua caramu, apapun itu, sikap dinginmu, pandangan tajam matamu bahkan sifatmu yang  angkuh, iya kini aku tahu.
*
Seperti magnet, aku segera duduk mengambil posisi tepat di depannya, suasana taman sekolah yang mulai sepi memang sangat menyejukan, tentu saja dengan beberapa pohon besar yang mengelilingi taman itu benar-benar menambah aksen sejuk.
Lama kami hanya terdiam sibuk dalam fikiran masing-masing. Entahlah, aku sebenarnya tidak sedang melakukan apa-apa kecuali menikmati pandangan kosong pemuda di hadapanku ini, mengamati kedua danau bening yang selalu menatap lurus dan dingin, ah dan ini yang paling ku suka aku suka melihat rambut agak ikal yang jatuh membingkai di rahang kokohnya di mainkan oleh anak-anak angin.
sementara yang menjadi objek sasaran malah asik melamun dengan gitar di pangkuannya.
Setelah beberapa saat berlalu akhirnya aku memecah keheningan.
“ayoo mainkan gitarnya !” ujarku, pemuda itu menatapku dengan alis yang terangkat, seperdetik kemudian ia memalingkan wajahnya dan kembali diam.
“ayoo.. sebentar lagi bel berbunyi !” ulangku lagi, dan kini usahaku berhasil.
Jari-jari itu mulai memetik senar menciptakan sebuah nada yang sederhana namun terdengar indah, nadanya bersatu dengan udara, lembut namun tegas mulai menggelitik telingaku, aku terdiam benar-benar hanyut dalam suara dan petikan harmoni yang ia ciptakan sebentar aku menutup kelopak mataku, harus ku akui ia hebat jika sudah bertemu dengan alat music yang satu ini.
*
Hai edelweiss, kenapa aku menyebutmu begitu, mungkin karena kau sulit di rengkuh sama seperti bunga edelweiss. Kau tahu ? Bunga edelweiss berada jauh di pegunungan Jika kau ingin menikmati keindahannya kau harus berkorban terlebih dahulu, benar begitu kan ?? dan kini aku sudah berkorban, ah bukan berkorban mungkin bertaruh aku mempertaruhkan seluruh hatiku. Jadi bagaimana edelweiss apa aku boleh menikmati keindahanmu ?
*
aku mendongkakan kepala, ia berhenti bernyanyi. Aku mengerutkan alis dan nampaknya ia menyadarinya bahwa aku ingin bertanya mengapa. Lalu detik berikutnya ia mengangkat ujung bibirnya, dan mulai memainkan sebuah intro yang tak ku kenal.
“ini lagu siapa ?” tanyaku polos, ia menatapku tapi tidak menjawab, lagunya mulai memasuki reff menurut pendengaranku lagu ini seperti lagu biasanya bertema-kan rasa cinta juga perjuangan, namun karena ia yang menyanyikannya aku merasa lagu ini berbeda dengan lagu-lagu biasanya.
Petikannya pun berhenti aku menatapnya puas lalu bertepuk tangan singkat.
*
Aku suka caramu, aku suka caramu menghangatkan hatiku, membuatku merasa lebih baik, sama seperti setelah aku minimum teh hijau. Kau tahu edelweiss ? the hijau itu rasanya pahit namun kau tahu kafein yang terkandung disana sangat banyak, sama seperti mu kafein itu cintamu. Aku yakin kafein-mu jauh lebih banyak, dari yang kuduga, dan pada saat aku memerlukan itu, aku harap dengan senang hati kau mau membaginya.
*
“hebat” pujiku sambil terus tersenyum.
 Ia menunduk lalu berujar “itu lagu -band- ku yang baru, dan baru ku tunjukan padamu”
aku yakin setelah aku mendengar kata-katanya tadi pupil mataku melebar, ada debaran liar yang tiba-tiba kurasakan, ada bagian dari diriku yang terasa begitu hangat . Sebenarnya apa ini ? sebenarnya apa yang di lakukan orang ini padaku ? karena yang ku tahu dari Seseorang di hadapanku ini adalah suaranya bisa membuatku merasa… begitu nyaman.

*
Edelweiss ada yang harus kau tahu, kau selalu berhasil membuatku nyaman saat berada di dekatmu, kau selalu berhasil membuatku merasa lebih baik, edelweiss kau bisa saja sedingin es, namun kau sangat menyejukan seperti mint.
Edelweiss kau memang bukan yang paling istimewa tapi kau yang menyempurnakan segalanya, kau menyempurnakan semua bagian dariku.
*
Aku tak bisa menahan senyum , samar-samar aku memperhatikannya dari ekor mataku ku lihat ia membuang nafas lalu menaruh gitar tepat di sampingnya. Setelah itu ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan handphone, dan detik berikutnya ia sibuk dengan gadget mahalnya. Setelah memasukan kembali handphone nya kami kembali terdiam.
“sungguh ?” Tanyaku, ia menatapku sekilas lalu mengangguk. Aku tersenyum puas.
“bernyanyi lagiii” rengekku sambil menarik ujung lengan bajunya menatapnya penuh harap.
“kau ingin aku bermain lagu apa ?” tanyanya aku hampir saja terlonjak senang, saat ia menarik gitarnya kembali ke pangkuan dan mulai memetik beberapa nada.
“bagaimana dengan so far away ? aku suka lagunya, apalagi jika kau yang menyanyikannya” tuturku, kulihat matanya membulat.
“aku tidak percaya ada gadis yang menyukai lagu seperti itu” ia tersenyum miring.
“kau mengejekku ?” ucapku  kesal, sungguh aku kesal padanya, aku baru saja memujinya dan kini lihatlah ia malah mengejekku seenaknya. Menyebalkan.
“hahahaa..baiklah jangan seperti itu, ayo bernyanyi bersama..” ia terkekeh sebentar lalu mulai memetik nada, untaian nada-nada ini benar-benar menjadi saksi bagaimana ia menjadi kisah sempurnaku.
*
Edelweiss.. Ini mungkin sudah sangat jelas, tapi biarkan aku mengucapkan kata itu, aku juga ingin mencoba mengatakannya seperti orang lain mengatakannya padamu, kau tahu..
Edelweiss,  aku menyukaimu.
~Jasmine



****THE END*****
Halooooo :O saya come back again :D ini cerpen tersingkat yang pernah saya buat, Cuma dalam waktu 2 jam. Wkwkwk biasa kalau kepikiran sama mint inspirasi jalan terus, apalagi suasana lagi pas banget, hujan. Siapa yang gak galau coba ?
Ini cerpen pasti ancur, terlebih aku gak nyunting ulang daaan aku udah lama fakum sama tulis-menulis. But, well, this is it. Shyfa’s short story. Makasih banget yang udah baca bahkan sempet mengomentari kritik dan saran sangat di butuhkan demi kemajuan cara menulis saya, anyway thanks.

Salam donat imut !
@shyfanurfa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar