Somehow,
Saat hal yang tak mungkin menjadi bisa
nyata..
****
Aku menghentikan langkahku, sang indra
penglihat ini menangkap sosok adiksi itu juga tengah memperpendek jarak yang
tercipta. Dan tiba-tiba semuanya terhenti saat Casanova itu menohokku dengan
kedua matanya yang tenang, namun entah mengapa membuat kaki-kakiku meleh
seperti tembaga yang dicairkan. Dan tanpa sadar aku menahan nafas saat ia
mendekati wajahku dan berujar “kau menghalagi jalanku..” ujarnya dingin.
Kaku.
Lalu dengan segenap kesadaran yang ku
punya aku menggeser posisiku beberapa sentimeter darinya, kulihat ia
menyirit meruncingkan ujung matanya hingga menembus milikku telak, dan detik
berikutnya ada yang menarik padangan ku ke ujung kaki, dan tetap menunduk
sampai ia berlalu. Lamat aku medesah, selalu seperti ini.
“hey Sakura-Chan, kau sedang apa ?”
tiba-tiba aku merasa seseorang menyeru namaku dan keyakinanku diikuti dengan
tepukan di pundak. Aku, mau tak mau menoleh dan mendapati Misaki tengah
tersenyum.
“aku tidak sedang melakukan apa-apa”
jawabku di imbuhi senyuman di akhirnya. kulihat alisnya menyirit lalu ia
mendekatkan wajahnya ke telingaku.
“kau tadi bertemu si Doraemon itu , ya ?”
tanyanya penuh curiga. Mataku terbelak.
“hey bukan Doraemon, tapi ..”
“hahahahaa..kau ini mudah sekali di tebak
! hahaha ” ia tertawa lepas sambil memegangi perutnya. Tawannya yang keras
mampu menarik seluruh pandangan di koridor ini.
“Hey !” tegurku sembari
menyenggolnya pelan, ia menghentikan tawa nya. Ia menatapku tanpa dosa sambil
menahan tawa. aku mendengus.
“sepulang sekolah nanti mau menemamiku
bermain basket ?” tanyanya. Aku menatapnya galak.
“kaukan tahu aku tidak suka olahraga !”
tagasku menolak. Ia tertawa lagi namun kali ini lebih pelan.
“siapa bilang kau harus ikut bermain,
cukup melihatku saja..” ujarnya sambil menyentuh puncak kepalaku.
“huh itu membosankan Misaki-kun !” aku
lagi-lagi menolak ajakannya.
“bukankah menulis lagu tanpa melakukan
apa-apa itu membosankan ?!” tanyanya, ia tidak menyerah.
Aku membuang nafas. Misaki sangat
menyukai olahraga terutama Basket, Ia menempati posisi point guard dan ia
adalah salah satu pemain terbaik di sekolah. Berbeda denganku, aku tidak
menyukai olahraga, aku lebih memilih duduk berjam-jam di depan piano di banding
harus menggerakan badan di tengah terik matahari. Tapi untuk kali ini Ia
benar juga aku bisa menemaninya dan menulis lagu tanpa bosan.
“hhhh.. baiklah” ucapku akhirnya
menyerah, kulihat Misaki tersenyum lebar, lalu sekali lagi ia menyentuh puncak
kepalaku dan mengacak rambutku pelan.
“anak baik, ayo masuk kelas !” aku
mengangguk. Lalu berjalan beriringan dengan Misaki.
**
“hey Sakura-Chan !” aku menoleh keseluruh
lapangan, mencari-cari sosok pemilik suara tadi. Pandanganku terhenti pada
seorang pemuda yang tengah melambai ia mengenakan seragam Basket lengkap dengan
keringat.
Aku balas melambai, lalu mencari posisi
duduk yang nyaman.
Aku duduk disalah satu pohon Gingko
yang terdapat di pinggir lapangan, Langit sore ini sangat cerah, sinar matahari
sepertinya mampu membuat kulitku kecoklatan seperti Misaki.
Aku terkekeh saat melihat Misaki menari
konyol setelah melakukan aksi sok jago nya, Ia melempar bola basket dari jarak
yang cukup jauh tapi hebatnya benda bulat orange itu masuk mulus
kedalam ring. Aku bertepuk tangan sambil terus menahan tawa, Misaki
Nampak seperti bocah berumur lima tahun yang baru saja mendapatkan permen,
Misaki menatapku lalu tersenyum lebar.
Aku baru teringat, bukankah aku harus
menyelesaikan lagu ku untuk Pentas sekolah Musim Gugur bulan depan ? dengan
gerakan cepat aku merogoh tasku mengaduk isinya lalu mengeluarkan buku berisi
partitur-partitur nada, aku mencari-cari halaman terkahir yang baru saja ku
tulis lalu tanpa sadar aku mulai bergelut dengan nada dan not.
Aku meregangkan otot-ototku yang tegang
mungkin karena terlalu lama menunduk pundakku jadi terasa sakit. Aku menatap
jam yang terpasang di pergelangan tanganku. Ini sudah pukul 5 sore. Ah tidak
terasa ternyata sudah 2 jam. Aku menyapu pandagan ku ke arah lapangan. Lapangan
itu kosong, mungkin Misaki telah selesai dan tengah berkemas.
Secara tidak sengaja ekor mataku melihat
pancaran zat adiksi dari Cassanova itu melintas bersebrangan denganku, tubuhku
merejang saat menatap zat adiksi itu tersenyum, senyum yang mampu membuat siapa
saja luluh, namun senyum itu tidak ditujukan untukku melainkan untuk… seorang
gadis, disampingnya, yang kini berdampingan dengannya. Gadis itu, bukankah ia
Akari ? teman sekelasku.
Tiba-tiba ada yang berdenyut, merintih
sakit disini. Saat Casanova itu merangkul Akari, Ah begitukah ?! sebegitukah
aku menyukainya ?! apa aku sudah benar-benar kecanduan oleh zat adiksinya ?!
Aku membuang pandanganku, lalu tanpa
sadar aku mendapati seseorang tengah berdiri, aku mendongkak, ia tengah
menatapku, tatapan yang sama dengan yang ku berikan padanya.
“kau baik-baik saja ?” Tanya Misaki. kini
telah mengganti seragam Basketnya, rambut nya yang hitam agak ikal itu kini
dibasahi buliran-buliran air.
Aku menggeleng. Lalu berujar lemah. “ aku
ingin pulang..” ucapku sambil berusaha membendung pertahananku yang
lama-kelamaan mulai runtuh.
Aku tidak tahu, tapi sepertinya Misaki
tengah mencari sumber sikapku yang tiba-tiba berubah.
Lalu kulihat, tangannya terkepal
kuat-kuat. Aku memberanikan diri menatap Misaki mencari-cari dimana kedua
danaunya yang bening, namun yang kudapati kedua danaunya itu mengeras menatap
lurus, pada satu titik, titik yang sama dengan yang ku tatap tadi.
Aku beranjak, merapihkan alat tulis dan
buku yang tadi sempat kugunakan.
“Misaki-kun apa kau sudah selesai ? bisa
kita pulang sekarang ?” tanyaku hati-hati. Bukan jawaban yang kudapat dari
Misaki, kini ia menatapku dengan tatapan yang tak kumengerti.
“apa kau benar-benar menyukainya ?”
tanyanya dengan nada yang tidak biasa. Aku menyirit.
“lalu apa yang akan kau lalukan saat
melihat Tetsuya-kun bersama gadis lain ?” lanjutnya, kini aku mengerti kemana
arah bicaranya.
“tidakkah kau sadar ia akan terus
menyakitimu ?” ia terus mencercahku dengan berbagai pertanyaan dan itu semua
membuat kepalaku terasa berat.
Aku tidak tahu, aku tidak tahu, aku tidak
mau tahu! Aku menjerit
dalam hati.
Aku mendongkak, lalu mencoba menarik
kedua ujung bibirku hingga membentuk lengkungan.
“aku.. tidak apa-apa biar harus seperti
ini. Sekalipun aku harus menyerah. Aku tidak akan menyesalinya” ucapku dan
ternyata cukup membuat Misaki diam. Ia menatapku, dan detik berikutnya ia
memalingkan wajah.
“itu bukan cinta, ketika semua titik yang
kau tuju hanya berujung lelah” ia bergumam, namun dengan jarak yang begini
dekat aku cukup mendengar ucapannya tadi.
“itu bukan cinta, ketika kau jadi buta
dan berjalan seolah tak pernah mengenal arah. Itu bukan cinta ketika kau
menjatuhkan diirmu dan pasrah !” kini nada suranya semakin tinggi,
membuatku semakin ketakutan.
Aku menggeleng, frustasi. Mengapa Misaki
tiba-tiba menjadi seperti ini. Aku telah mengenalnya hampir separuh masa
umurku, mana sikapnya yang hangat ? mana pandangan yang mampu membuatku tenang
? ini bukan Misaki ku “aku ingin pulang !” ujarku emosi sambil melangkah
meninggalkannya.
Memang apa salahnya mencintai seorang
Casanova sekolah, aku tahu dan aku yang paling tahu resiko menyukainya. Aku
juga tahu kalau ia tidak akan melihatku bahkan dari sisi manapun. Aku tahu itu.
namun mengapa Misaki, sahabatku sendiri mengatakan hal yang tidak patut ia
katakan. Ia menyakitiku.
Dan pertahanan yang mati-matian aku
bendung akhirnya runtuh juga, dalam tangis aku mempercepat langkahku. Namun
setelah itu
Kaki-kaki ku terasa di paku, aku berdiri
mematung, saat hembusan angin membawa daun-daun Gingko menyentuh rambutku,
mataku terbelak maksimal, tiba-tiba semuanya terasa sangat sunyi, hanya suara
Misaki yang terdengar jelas. Sangat jelas. Jelas menyedihkan.
“mengapa kau tidak mencoba membuka
matamu ! mengapa kau tidak pernah melihatku !!” ujarnya suaranya benar-benar
memenuhi otakku.
“kau terlalu sibuk menyukai orang lain,
hingga tidak pernah melihatku !” ujarnya lagi, kini suaranya jelas terdengar
bergetar.
Dengan segenap kekuatan aku berbalik, dan
betapa menyakitkannya saat melihat Misaki telah terduduk dengan kedua lutunya
yang bersentuhan dengan tanah. Sinar senja memantul pada rambut-rambutnya yang
basah, Aku tidak dapat melihat dua danaunya yang bening. Ia menunduk dalam.
Entah oleh dorongan apa kaki-kakiku mulai
bergerak, menghampirinya.
Betapa bodohnya aku, betapa tidak
berperasaannya aku. Mengapa aku bisa melewatkan sesuatu yang sangat penting.
Misaki. Mengapa aku tidak pernah menyadari keberadaan hati Misaki ? aku bahkan
tidak bisa membayangkan, senyum apa yang ia perlihatkan saat aku menceritakan
dengan bangga sosok Casanova itu, aku tidak bisa lagi membayangkan bagaimaa
perasaanya saat dengan jelas aku lebih membela Casanova itu dibandingkan dia.
Aku.. sejak kapan aku menjadi orang jahat ?
Aku menyentuh bahu Misaki, lalu
seperdetik kemudian ia mendongkak, dan betapa terkejutnya aku saat melihat
kedua bening itu kini keruh, itu bukan mata yang selalu ia tunjukan untuk
menenangkanku, itu bukan mata yang selalu membuatku hidup. Itu itu bukan
miliknya.
Atau.. atau aku yang tidak pernah
mengerti sepenuhnya, atau atau aku yang terlalu sibuk memahami oranglain
? sehingga aku lupa untuk memahami sahabatku sendiri.
Kulihat misaki bersusah payah beridiri,
Entah oleh tarikan macam apa, kedua tanganku terulur, lalu seperdetik kemudian
aku rubuh di pelukan Misaki. Misaki nampaknya menegang namun lamat tapi pasti
ia membalas mendekapku. Kini giliran aku yang menegang, perasaan macam apa ini
? ini bukan sensasi kaget dan tegang seperti yang kurasakan pada Tatsuya, si
Casanova itu. ini..
“Maafkan aku..” ucap Misaki pelan. aku
merasakan ia menempelkan pipinya di kepalaku.
Dan setelah kata-kata itu seakan menonton
film, rol-rol ingatan di fikiranku terputar begitu saja, saat Misaki
mengajariku menaiki sepeda, saat Misaki menepuk-nepuk puncak kepalaku saat aku
menangis, Saat Misaki mendengarkanku bermain piano. Saat Misaki..
Aku menggeleng. “tidak apa-apa..” jawabku
setengah sadar, karena masih terhanyut oleh kehangatan yang Misaki ciptakan.
“Misaki-kun Aku ingin kau mengucapkan apa
yang kau percayai..” ucapku. Dan setelah aku merasakan ia melepas pelukanku.
“apa ?” tanyaya dengan muka polos. Aku
terkekeh, lagi-lagi ia menciptakan perasaan yang tidak ku mengerti, aku menatap
matanya, dua danaunya itu kini kembali jernih. menenangkan.
“aku ingin kau mengatakan apa yang kau
rasakan terhadapku” ucapku sejelas-jelasnya.
Ia menatapku dalam. Menghela nafas
lalu mengucapkannya penuh ketulusan.
“aku mencintaimu, Sakura-Chan” ucapnya.
Menciptakan getaran-getaran yang sangat ku nikmati
Sekarang giliran aku menatapnya,
“terimakasih telah mencintaiku, oleh karena itu, ajari aku mencintaimu” ucapku
sungguh-sungguh. Aku masih menatapnya, dan aku baru menyadari bahwa Misaki
mempunyai lensung pipi saat ia tersenyum. Lesung yang membuatnya jauh lebih
tampan.
“serahkan saja padaku !” ujarnya setengah
kegirangan, lalu kembali menyesapkan kehangatan yang menjalar keseluruh jiwaku.
Mengalahkan hangatnya sinar senja hari ini, esok, dan selamanya.
**
Itu bukan cinta
Ketika semua titik yang kau tuju hanya
berujung lelah
Itu bukan cinta
Ketika kau jadi buta dan berjalan seolah
tak pernah mengenal arah
Itu bukan cinta
Ketika kau menjatuhkan dirimu dan pasrah
Itu bukan cinta
Ketika kau lupa dirimu hingga memilh
untuk menyerah
Itu bukan cinta
Ketika kau menangkan ego dan kau biarkan
hatimu menderita kalah
Itu bukan cinta
ketika semua tentang yang kau inginkan
dengan serakah
itu bukan cinta
ketika kau mencari-cari putih tapi yang
kau dapat tetap salah.
Itu bukan cinta
Sama sekali bukan
**Somehow (cerpen) selesai**
Cuapcuap cipaaw.
Akhirnyaaaa selesai jugaaaa, fyuuuh..
Mau say thanks dulu nih buat Zaki,
makasih arahannya, kamu bantu banget apalagi pas berbagi ilmu tentang
embel-embel nama dan kedudukan orang-orang Jepang, maklum aku kan gak tau
apa-apa tentang Jepang._. curhat dikit ya, sebenernya aku pengen masuk eksul
bahasa Jepang Cuma gara-gara waktu itu keluar gak permisi-permisi jadi malu nih
mau masuk lagi .-.
Tau gak judul cerpen ini sebenernya di
tujuin buat Misaki walaupun diambil dari sudut pandang Sakura, soalnya kalau
judul sama sudut pandang diambil dari Misaki gak mungkinkan cowo lebay-lebayan
-_- makannya aku ngambil dari sudut pandang Sakura, kan cewe biasa tuh lebay
lebayan .__.
Tapi ilham yang datang untuk ide ini lucu
juga, gara-gara keingetan Mint dan keingetan temen sekelas yang suka
basket *eh #BOHONG #JANGANDIPERCAYA.__. Curhat dikit lagi ya, jujur nih aku
masih bingung mau ngasih nama samara apa yang cocok buat anak satu itu, kan gak
mungkin neybutin merk *eh
Tapi bener nih, biasanya cerpen yang aku
buat ini bener-bener dari hati *ciee-_-
Dan well terciptalah cerpen dari penulis
amatir ini, butuh saran dan kritik nih buat kemajuan penulis. Makasih buat yang
udah baca. Makasiiih banget.
Jangan lupa follow blog aku atau engga
twitter aku di @shyfanurfa ._. sekali lagi makasih ! arigato gozaimastu ! dadah
*tring *ngilang.
Warmy
cipaaw