Daisypath Happy Birthday tickers

Daisypath Happy Birthday tickers

Kamis, 31 Januari 2013

sepucuk surat untuk Edelweiss - Yang terakhir


sepucuk surat untuk edelweiss.
-Untuk terakhir kali.


Edelweiss, kita berjumpa lagi ! bagaimana kabarmu ?! baru beberapa hari ini aku mengirimimu surat, dan mungkin kedatangan ini adalah yang terakhir. Iya. Aku harap yang terakhir.


Hujan masih tetap berdenting di luar sana, tanah masih saja basah, dan kau masih tetap meracuni udara.  Edelweiss hari ini aku ingin menyampaikan sesuatu, ah bukan, edelweiss hari ini aku ingin mengembalikan seutas janji yang pernah ada dan terpatri lama di hati, walau aku yakin kau tidak menginginkannya kembali.


Edelweiss, hari ini hari yang begitu bahagia untukku, ada banyak kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya di perutku, ada banyak setruman kecil yang semakin hari semakinaku nikmati, Edelweiss saat ini aku tengah berjalan meninggalkan jejakmu –lagi. Itu tidak apa-apa kan ?


Mentari sore bulan ini sudah mulai menghangat walau di ujung senja tak luput dari rintikan hujan, Edelweiss, aku.. aku ingin bahagia, namun bukan dengan mu, itu tidak apa-apa kan ?
Bukan karena menunggu mu lantas aku merasa lelah, namun ada keyakinan kecil disini yang menyeruak dan menyadarkanku. Kau akan bahagia, dan aku juga harus bahagia.


Edelweiss ia datang lagi hari ini, membawa sebongkah pazel yang entah mengapa aku yakini akan abadi, ia menawarkannya dengan senyum merona, ia memberikannya dengan tatapan teduh yang menyejukkan, walau aku tidak pernah mengenalnya sebelum ini, ah itu juga tidak apa-apa kan ?


Angin mulai menyentuh pori-poriku malam ini, dan semuanya masih terasa seperti setahun lalu, namun ada yang begitu berbeda kali ini. Aku.. aku merasa lengkap. Namun, bukan denganmu. Apa itu tidak apa-apa ?


Edelweiss, dia sepertinya berhati lembut, entah sejak kapan aku menyimpulkannya begitu, ada banyak hal yang tidak ku ketahui darinya, tidak sepertimu. Namun dengan begitu ada banyak alasan juga untuk aku semakin mengenalnya, bukan begitu ?


Teduh. Edelweiss dia teduh, dia subuh, dia menyejukan, tapi tidak membekukan. dia berbeda jauh denganmu, ah tentu saja, setiap hal memiliki keistimewaan. Bukan begitu ?!


Edelweiss hari ini, detik ini aku kembali berterimakasih padamu, kau adalah hal yang penting, namun aku yakin bisa ku lupakan, namun dia sekarang, adalah hal yang jauh lebih penting dan lebih utama. Aku.. bolehkan aku bahagia tidak denganmu ? boleh kan ? izinkan aku, melupakan segalanya tentang mu.


Edelweiss hari ini aku akan melangkah menjauh dari jejak yang pernah kau tinggalkan, menaruh lagi bongkahan hati yang pernah terpasang dan berhenti untuk menunggu dan menatapmu dari jarak ini, saat ini kurasa aku cukup lelah. Ya, Aku lelah.


Edelweiss..

Aku telah bertemu bunga cantik lain, ia memang tidak dingin dan langka sepertimu, namun aku.. suka saat menatapnya.

Aku telah menemukan gugusan bintang lain, yang saat berada di naungannya aku tidak merasa takut tersesat dan takut lelah.

Aku telah berkunjung ke rumah lain, mungkin tidak akan semegah milikmu, namun pintunya terbuka dan membiarkanku beristirahat disana.



Edelweiss, terimakasih untuk segalanya. Biarkan aku melupakanmu. Biarkan aku bahagia juga. Semoga ini adalah surat terkahir yang akan kau baca. Dari aku dan hatiku.


kamis, 31 Januari 2013
shyfanurfa 

Senin, 28 Januari 2013

Coretan cipaaw - Terimakasih


apa ?

apa yang telah aku lakukan selama lima belas tahun ini ?

*
Tahun-tahun terbaik dari hidupmu adalah tahun tahun saat kamu memutuskan bahwa masalahmu adalah milikmu. Kamu nggak menyalahkannya pada ibumu, lingkungamu, atau presidemny, kamu sadar bahwa kamulah yang mengontrol nasibmu sendiri. –Albert Ellis.
**


 “Hari ini detik ini saya berharap semoga saya bisa jadi prbadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya, semoga saya semakin cantik, semakin baik, semakin rajin, semakin popular bahkan lebih dari jastin biber atau pacar saya gresen chen, semakin kece dan semakin cinta sama bunga cantik dan Donat imut –Saya sebut dua-duanya karena saya bingung juga sebenernya sampe detik ini saya gak tau hati saya milih siapa, bahkan pertarungan antara Donat Imut vs Bunga Cantik hasilnya selalu seri, sial. Semiliar sial- ”


Setahun yang lalu, saat bumi melewati titik yang sama, aku berharap begitu banya hal, hahaha impian seperti itu boleh-boleh saja kan ? itu adalah potongan kecil dari coretan dan celotehan ku, secercah harapan kecil yang ternyata dengan senang hati Allah, Tuhanku yang hebat ini telah mengabulkan lebih dari yang kuminta.

Aku mendapatkan hal-hal yang begitu berharga selama lima belas tahun ini, terutama tahun-tahun ke-15 itu.


Iya, Allah mengabulkannya, dengan menempatkanku di sebuath kelas yang luar biasa, disana aku harus bersabar dua kali lipat untuk menahan amarah, berusaha dua kali lipat agar nilai-nilaiku tidak tertinggal. Dan ya, itu cara-Nya agar aku semakin baik dan rajin.

Allah menghendakiku bergabung dengan ekskul musik, bidang yang benar-benar aku senangi, walau dengan begitu mengurangi waktuku dengan keluarga di rumah,  tapi setelah itu aku mendapatkan banyak teman, mendapat banyak pengalaman, mengenal Aurora. Ya, itu cara-Nya agar aku semakin di kenal.

Terlebih, Allah menunjukan padaku apa dan siapa yang lebih baik dari Bunga dan Donat, hehe aku telah menemukan jawabannya. Satu tahun adalah waktu yang cukup lama, namun aku tidak pernah merasa menyesal. Aku telah memilih darinya, walau dengan begitu puzzle hatiku tidak akan pernah aku dapatkan kembali. Dan aku telah melepas satunya. Bukankah harus begitu ?

Mungkin lebih dari itu, di tahun ini juga aku ‘di paksa’ untuk belajar karakter orang lain, berbeda itu ternyata sulit. ‘Di paksa’ untuk tidak menyerah di segala situasi, ‘dipaksa’ berlapang dada. Ah Semuanya sulit, tentu saja, ‘dipaksa’ melawan sisi gelap mu sendiri adalah ujian terberat hidup, ah bukankah selama hidup kita adalah sebuah ujian ?

Nasib itu bukan masalah perubahan, melainkan masalah pilihan. Nasib itu ngga harus di tanggung, tapi harus di capai –William Jennings Bry.

**
Terimakasih ya Allah. Engkau masih berbaik hati padaku, hingga saat ini, saat dimana 15 tahun yang lalu aku bernafas untuk pertama kalinya. Terimakasih karena selalu memberikanku kesempatan yang tiada batas, menampung doa-doaku yang muluk lalu mengabulkannya. semoga tahun-tahun berikutnya Engkau masih mengijinkanku melakukan hal ini, memohon dan membiarkan aku semakin menyayangimu, biarkan aku semakin menyayangimu dan Rasulmu.

Terimakasih pada semua orang yang tengah menyayangiku, kedua orangtuaku yang setiap hari disibukkan demi berkorban untukku, sahabat-sahabat ku yang selalu tersenyum dan ada di sekitarku, terimakasih untuk semua orang yang sudah mendoakan diriku.

Aku menyayangi kalian. Selalu.

Selasa, 22 Januari 2013

keunikan bulan Januari


Post yang sekarang, rada unik niih wkwkw. Bulan januari bener-bener berkesan buat aku. Nah Januari juga sebagai bulan pertama penanggalan gregorian atau bulan pertama tahun syamsiah masehi mempunyai beberapa keunikan:



·         Awal tahun baru dan menjadi waktu untuk membuat "Resolusi Tahun Baru".
·         Nama "Januari" berasal Janus dewa Janus (Bahasa Latin untuk pintu). Janus (Ianuarius) memiliki dua wajah yang dapat membuat melihat mundur ke tahun lalu dan sekaligus melihat ke depan atau hal yang baru pada waktu yang sama.
·         Dalam kalender Romawi yang sangat awal tidak ada bulan Januari atau Februari sama sekali. Kalender Romawi kuno hanya memiliki sepuluh bulan dan tahun baru dimulai tahun pada 1 Maret. Bahkan ketika Januari (atau Januarius seperti orang Roma menyebutnya) ditambahkan, Tahun Baru terus dimulai pada bulan Maret.
·         Januari dimulai pada hari yang sama dari minggu dengan Oktober di tahun yang sama, dan mulai pada hari yang sama dari minggu dengan April dan Juli di tahun kabisat.
·         Pada tahun yang sama, Januari berakhir pada hari yang sama dari minggu dengan Februari dan Oktober, dan berakhir pada hari yang sama dari minggu sebagai Juli dalam tahun kabisat.
·         Januari adalah bulan terdingin di belahan bumi utara. Bagi Indonesia, Januari adalah bulan dengan curah hujan tertinggi.
·         Januari adalah bulan terhangat di belahan bumi selatan.

Sebenernya telat banget ngepost ini, tapiiii Ada yang mau menambahkan?

Jumat, 04 Januari 2013

sepucuk surat untuk Edelweiss - yang mengganggu fikiranku


Ada hal yang lagi-lagi ingin aku sampaian entah pada siapa. Yang menganggu fikiranku, yang membuat hatiku selalu menunggu.
Entahlah mungkin karena seberkas cahaya yang sempat di tinggalkan edelweiss setahun lalu dan kini ku temukan kembali dan mulai -lagi- menerangi bagian utama dari ruangan kursial  itu, ruangan itu layak disebut hati.
*

Baiklah...
Edelweiss, aku ingin berterimakasih padamu. Mungkin ini tidak akan berarti apapun, tentu saja. Karena bagi mu, aku –yakin- bukanlah apapun.
Edelweiss, tau kah kau ? setelah waktu meninggalkan batas yang semakin panjang, membentang jarak yang semakin jauh, aku pernah berusaha untuk tidak lagi melihat jejakmu, berusaha mencari langkah lain untuk ku ikuti, dan aku sempat menemukannya, ya aku akui. Pernah.


Aku pernah tertawa bersamanya, seperti dulu yang selalu kau lakukan padaku, ia seseorang yang ada pada bulan ke sepuluh bumi mengelilingi matahari, sebut saja ia : pelangi musim hujan. ia seseorang dengan binar mata seperti oasis di padang pasir, menyegarkan, ia selalu berkata yang menyenangkan, ia selalu bertingkah dengan keceriaan seorang bocah. Dan tanpa sadar aku memaksakan puzzle lain terpasang di bongkahan hati yang kau tinggalkan ini.
Namun pada akhirnya aku harus menelan pil pahit bahwa sesungguhnya pelangi itu masih ‘hidup’ di dunianya yang dulu, bersama seseorang yang bukan aku.

Lalu setelahnya aku buta arah lagi, kabut mulai terlihat dimana-mana seperti saat kau pergi, ah sesungguhnya kau tidak pernah tinggal, kau hanya beristirahat dan bersedia membiarkanku menatapmu dari dekat, dan saat kau melangkah lebih cepat dan aku tertinggal, maka aku merasa kau meninggalkanku, tapi pada nyatanya tidak. Dan saat itu aku terus berusaha lari darimu.


Ya, saat itu aku tidak ingin menatap jejak yang jelas-jelas masih tertinggal, aku mencoba berjalan ke arah lain, hingga saat itu aku bertemu dengannya. Ia aurora, cahaya kutub utara. Indah dan menghanyutkan. ia memiliki talenta yang sama denganmu, bermusik. Namun kau tahu ? entah mengapa aku masih menganggapmu yang terbaik.

Tertanya bongkahan pazel yang hilang itu hampir sama dengan milik aurora, sama-sama memerlukan seseorang.  aku mencoba menempatkan puzzle itu di sana, tapi tidak berhasil, ia lepas bahkan sebelum aku menyetuhnya,  dan saat itu aku baru menyadari, aurora itu akan tetap di langit, ia tak mungkin turun dan merengkuhku, jelas sekali ia tengah menunggu seseorang, cahayanya terpulas indah diatas cakrawala, namun bukan untukku. Bukan aku lagi.


Edelweiss, aku tetap mencoba membutakan mataku, menulikan telingaku, aku tidak tahu mengapa, walaupun pada dasarnya aku membutuhkanmu, walaupun pada hakikatnya aku bahagia meski hanya dengan menatapmu.


Dan saat ini, aku memberanikan diri untuk melihat lagi jejakmu, menatap secercah cahaya yang kau tinggalkan, menggenggam bagian bongkahan pazel yang pernah terisi, memberanikan hatiku untuk mengingatmu lagi. Edelweiss, aku ingin berterimakasih karena sampai saat ini kau masih mengijinkanku melakukan hal ini. Kau adiksiku dulu hingga sekarang.
Dan saat ini, aku teringat banyak hal, walau semua itu aku yakin tidak didasari untuku, walau semua itu tidak pernah berhubungan dengan ku, tapi secara tidak sadar aku menganggapnya, itu untuku. Ah egois sekali bukan ?

Aku tidak tahu sejak kapan aku menjadi seseorang yang begitu mementingkan diri sendiri, ah ya mungkin semenjak dua bening dingin milikmu menantang lensaku, membekukannya, sehingga tercipta satu puzzle permulaan yang sangat berharga.

Lalu puzzle berikutnya, saat senyum itu tersungging di wajahmu, aku masih ingat, saat itu hari jumat, di bulan terakhir revolusi bumi, di salah satu ruangan music. Iya mungkin itu kali pertama aku menemukan sisi lain dari mu, Bukan sorot mata yang dingin, bukan senyum yang meremehkan, bukan sikap tidak peduli, aku menemukan seorang Edelweiss dari sisi lain.

Dan hari-hari lainpun berlalu, seiring terkumpulnya puzzle-puzzle yang semakin terlihat jelas bentuk aslinya, setiap hari kau semakin meracuni udara, mengendap di paru-paruku hingga pada saat itu aku dapat menyimpulkan, bahwa aku bernafas untukmu. Ah berlebihan sekali bukan ?
Aku ingat dari seluruh hal yang pernah terjadi, hal yang paling membuat aku lupa akan kenyataan adalah, saat tanggal ke 10 di bulan ke lima. Di hari ulang tahunmu. Kau tersenyum, di hadapanku. Kau tertawa, di  hadapanku, kau mengalunkan nada yang membuatku hanyut. Menghapuskan semua batas yang sempat tercipta.


Namun sadar atau tidak, itu adalah kali pertama dan terkhir. Mimpi yang sempat menjadi kenyataan sebelum kau pergi, dan menciptakan jarak yang luar biasa jauhnya.

Biarpun begitu, Edelweiss, aku tetap berterimakasih. Karena berkat kau aku bertemu banyak orang, mencoba banyak hal, bertemu aurora, dan tertawa bersama pelangi.

Terimakasih karena membiarkanku mengejar jejakmu lagi, memandangi mu walau tak sejelas dan sejeli dulu, mendekap lagi bongkahan puzzle yang pernah hilang itu.

Kau memang membuatku jatuh, tapi dengan begitu aku bisa bangkit dan berjalan di arah yang lain, kau membuat hatiku menangis tersendu-sendu, namun dengan begitu aku bisa mencoba tersenyum, dan menatap dunia dengan dua lensa milikku. Kau meninggalkanku, dan dengan begitu aku dapat mensyukuri bagaimana rasanya memiliki hal luar biasa yang kita inginkan.

Sampai sekarang pun begitu, aku akan tetap memandangmu dari kejauhan.
karena pada dasarnya, kau edelweiss, bunga yang hanya tumbuh pada daerah pengunungan, yang jika seseorang ingin melihatnya ia harus berkorban terlebih dahulu, yang jika seseorang ingin memilikinya maka harus di tanam di tempat yang sesuai, bunga yang karakternya dingin, dan sulit di rengkuh.

Karena pada dasarnya, kau seperti bintang, dengan cahaya yang  berpijar paling terang, yang jika seseorang bernaung di bawahnya tidak akan kehilangan arah.

Karena pada dasarnya, kau seperti rumah megah dan indah dengan pintu dan jendela yang terkunci rapat, dengan tirai yang tidak sedikitpun tersibak, hingga aku hanya bisa melihat dari luar, menerka-nerka siapa sesungguhnya penghuni rumah itu, akankah pintu yang kini tengah terkunci rapat itu akan terbuka dan menyambutku untuk masuk.

Dan inilah yang aku –dan mereka bisa- lakukan, melihat, dan menunggu, dua hal yang sungguh membosankan.


Ah, kini aku mengerti yang mengganggu fikiranku, yang membuat hatiku menunggu ini,  adalah rasa bahagia terhadapmu yang tak pernah tersampaikan. Terimakasih karena kau sempat ada, terimakasih atas semua yang telah kau lakukan.

Aku bahagia saat memikirkanmu edelweiss, selalu bahagia.
*
warmy 
Shyfanurfa